WELCOME

Welcome to my Blog.. HAve Fun And Check it Out..
SEmoga Bermanfaat!!!

Jumat, 05 Oktober 2012

Rasio-Rasio yang digunakan untuk menganalisis Laporan Keuangan Sektor Publik


Rasio-Rasio yang digunakan untuk menganalisis
Laporan Keuangan Sektor Publik
1.      Rasio Kemandirian Keuangan Daerah, rasio ini akan menunjukkan seberapa besar dana sendiri (Pendapatan Asli Daerah) yang digunakan untuk membiayai semua kegiatan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat. Semakin besar rasio ini berarti ketergantungan terhadap bantuan dari pihak luar semakin berkurang seperti hibah, bantuan pemerintah pusat maupun propinsi. Rasio ini pun menggambarkan seberapa besar partisipasi masyarakat dalam melakukan pembangunan karena PAD diperoleh dari masyarakat melalui pajak, retribusi daerah yang menjadi komponen utama dalam PAD.
Rasio Kemandirian Keuangan Daerah dapat dirumuskan sebagai berikut :
Rasio Kemandirian Keuangan Daerah = Pendapatan Asli Daerah (PAD) / Bantuan Pemerintah Pusat/Propinsi dan Pinjaman
(Semakin tinggi rasio di atas maka semakain baik kinerja suatu lembaga sektor publik.)

2.      Rasio Efektivitas Pendapatan Asli Daerah, setiap pemerintahan telah memiliki estimasi Pendapatan Asli Daerah yang tentunya disusun berdasarkan potensi-potensi yang dimiliki suatu daerah. Tidak tertutup kemungkinan dalam realisasinya, Pendapatan Asli Daerah lebih besar atau lebih kecil dari yang telah diestimasikan. Rasio Efektivitas PAD ini menunjukkan seberapa efektif suatu daerah dalam merealisasikan PAD yang telah dianggarkan tersebut.
Dapat dirumuskan sebagai berikut :
Rasio Efektifitas   =  Realisasi Penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) / Target Penerimaan PAD yang ditetapkan  Berdasarkan Potensi Riil Daerah
(Semakin tinggi rasio di atas maka semakin baik kinerja suatu lembaga sektor publik, karena semua rencana benar-benar terlaksana dan hal itu berarti bahwa kinerjanya terbukti)

3.      Rasio Efisiensi Pendapatan Asli Daerah, dalam merealisasikan Pendapatan Asli Daerah tentunya dikeluarkan biaya-biaya, hal ini akan menggambarkan kinerja pemerintah dalam melakukan pemungutan pendapatan yang diimbangi dengan biaya yang memenuhi batas kewajaran.
Dapat dirumuskan sebagai berikut :
Rasio Efisiensi PAD = Biaya yang Dikeluarkan untuk Memungut PAD / Realisasi Penerimaan Pendapatan Asli Daerah

4.      Rasio Aktivitas, rasio ini melakukan perbandingan antara aktivitas-aktivitas baik dari segi apa yang dilaksanakan maupun kapan pelaksanaannya.
Secara garis besar aktivitas yang membutuhkan belanja dalam pemerintahan adalah dibagi menjadi dua kelompok besar yaitu belanja rutin dan belanja pembangunan. Demikian pula pelaksanaan aktivitas tersebut dapat terbagi-bagi dalam beberapa periode (bagian dalam tahunan). Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 105 Tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah khususnya pasal 37 menyebutkan bahwa daerah menyampaikan laporan triwulan pelaksanaan APBD kepada DPRD. Tujuan dari pelaporan triwulan tersebut disamping sebagai kontrol jangka pendek juga diharapkan adanya pemerataan pelaksanaan dalam tiap periodenya. Apabila dalam tiap periodenya tidak merata berarti ada pemanfaatan tenaga kerja tidak merata pula. Terkadang pula dalam pelaporan triwulan khususnya pada triwulan awal belanja akan diperkecil sehingga laporan APBD terlihat surplus (dengan asumsi realisasi penerimaan sesuai dengan anggaran) ini berarti akan terjadi penumpukan beban pada triwulan akhir.
·         Rasio belanja terhadap APBD = Total belanja rutin / Total APBN
·         Rasio belaja pembangunan terhadap APBN = Total belanja pembangunan / Total APBD
Rasio Aktivitas ini akan melihat keserasian antara belanja rutin terhadap APBD dan keserasian antara belanja pembangunan terhadap APBD.

5.      Derajat Desentralisasi merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur
Derajat Desentralisasi = Pendapatan Asli Daerah (PAD) / Total Penerimaan Daerah

6.      Rasio Ketergantungan merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur seberapa besar tingkat ketergantungan pemerintah daerah menggunakan dana-dana yang diberikan pemerintah.
Rasio Ketergantungan =Pendapatan Transfer/ Total Penerimaan Daerah
(Semakin tinggi rasio ketergantungan maka semakin buruk pemerintah daerah karena tidak adanya dana dari penghasilan daerah sendiri yang seharusnya dapat membiayai kebutuhan daerahnya sendiri)

7.      Debt Service Coverage Ratio (DSCR), dalam melaksanakan roda pemerintahan, tiap daerah diperbolehkan untuk melakukan pinjaman dari pihak luar, namun pemerintah harus memiliki rasio DSCR minimal 2,5. Rasio DSCR tersebut akan menggambarkan kemampuan dalam melakukan pembayaran pinjaman dari pihak ketiga tersebut. DSCR dihitung dengan melakukan perbandingan antara penjumlahan PAD, Bagian Daerah (BD), dan Dana Alokasi Umum (DAU) dikurangi Belanja Wajib (BW) dengan penjumlahan angsuran pokok, bunga dan biaya pinjaman lainnya yang jatuh tempo.
Dapat dirumuskan sebagai berikut :
DSCR = (PAD+BD+DAU-BW) / (Angsuran Pokok+Bunga+Biaya pinjaman jatuh tempo)
8.    Rasio Pertumbuhan (Growth Ratio), untuk mengetahui komponen-komponen (Pendapatan, PAD, Belanja, Belanja Rutin dan sebagainya) mana yang perlu mendapatkan perhatian sebaiknya melihat terlebih dahulu pertumbuhan komponen-komponen tersebut. Selain ini ratio pertumbuhan ini akan menunjukkan kemampuan pemerintah daerah dalam mempertahankan dan meningkatkan keberhasilan yang telah dicapai dari periode ke periode berikutnya. Sebaiknya pertumbuhan ini dinyatakan dalam bentuk persentase.
Pertumbuhan yang diukur dalam organisasi sektor publik meliputi :
  1. Pertumbuhan Aset = Mengukur perubahan dari aset antara satu periode dengan periode yang lain.
Rumusnya : (Aset akhir – Aset Awal) (100%) / Aset awal
  1. Pertumbuhan Utang = Mengukur perubahan dari Utang antara satu periode dengan periode yang lain.
Rumusnya : (Utang  akhir – Utang Awal) (100%) / Utang awal
  1. Pertumbuhan Ekuitas = Mengukur perubahan dari Ekuitas antara satu periode dengan periode yang lain.
Rumusnya : (Ekuitas akhir – Ekuitas Awal) (100%)  / Ekuitas awal
  1. Pertumbuhan Pendapatan = Mengukur perubahan dari Pendapatan antara satu periode dengan periode yang lain.
Rumusnya : (Pendapatan akhir – Pendapatan Awal) (100%) / Pendapatan awal
  1. Pertumbuhan Belanja = Mengukur perubahan dari Belanja antara satu periode dengan periode yang lain.
Rumusnya : ( Belanja Akhir – Belanja Awal) (100%)  / Belanja awal
  1. Pertumbuhan Surplus/Defisit = Mengukur perubahan dari Surplus/Defisit antara satu periode dengan periode yang lain.
Rumusnya : (Surplus/Defis akhir – Surplus/Defis Awal) (100%)  / Surplus/Defis awal

  1. Pertumbuhan SiLPA/SiKPA = Mengukur perubahan dari SiLPA/SiKPA antara satu periode dengan periode yang lain.
Rumusnya : (SiLPA/SiKPA – SiLPA/SiKPA Awal) (100%) / SiLPA/SiKPA awal

Sebagai contoh mengukur pertumbuhan dari tahun 2007-2008
                URAIAN               
APBD Tahun 2007
APBD Tahun 2008
Kenaikan/Penurunan
% Perubahan (Rasio)
                                    
Pendapatan:
Belanja:
1.        Belanja Operasi
2.        Belanja Modal
3.        Belanja Tak Tersangka
4.        Transfer Bagi Hasil
Jumlah Belanja
 Surplus/(defisit)
Pembiayaan:
a.        Penerimaan
b.       Pengeluaran
Pembiayaan Netto
Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran Tahun Berjalan


386.379.840.175

319.951.860.451
32.664.490.572
723.941.910
830.565.652
54.170.858.585
32.208.981.590

32.642.420.241
60.675.746.010
(28.033.325.769)
4.175.655.821

542.342.430.376

409.229.231.051
52.646.083.439
1.615.050.300
511.243.365
464.001.608.155
78.340.822.221

4.175.655.821
30.165.431.374
(25.989.775.553)
52.351.046.668


155.962.590.201

89.277.370.600
19.981.592.867
891.108.390
319.322.287
109.830.749.570
46.131.840.631

28.466.764.420
30.510.314.636
2.043.550.216
48.175.390.847

40,37%

27,90%
61,17%
123,09%
38,44%
31,01%
143,23%

87,21%
50,28%
-7,29%
1153,7%


Tidak ada komentar: