1. Apa beda teori pembangunan Rostow’s
Stages of Growth dan Lewis’s Stages of Growth? Jelaskan dengan implikasinnya!
Konsep dasar Teori Tahapan
Pertumbuhan Rostow:
Ada Pentahapan pembangunan yang harus dilalui oleh seluruh
negara:
a. Masyarakat
tradisional (the traditional society) è fungsi produksi yang terbatas,
didasarkan pada teknologi dan ilmu pengetahuan yang sederhana dan sikap
masyarakat primitif, serta berpikir irasiona è meliputi masyarakat yang sedang
dalam proses peralihan, yaitu suatu periode yang sudah mempunyai
prasyarat-prasyarat untuk lepas landas.;
b. Prasyarat
untuk take-off [Pre conditions for take-off /tinggal landas]
c. Take
off è
dimotori oleh teknologi industri dan pertanian, pembagunan prasarana serta
tumbuhnya kekuatan politik yang sangat peduli akan modernisasi dan pertumbuhan
ekonomi
d. Tahap
menuju kematangan [drive to maturity] è didasari oleh pertumbuhan
industri yang beraneka ragam dan telah terkait dengan pasar internasional.
e. Komsumsi
Masal [High Mass Consumption] è pendapatan per kapita yang tinggi dan
persoalaan telah beralih dari pertumbuhan industri ke kesejahteraan sosial yang
lebih tinggi [Walfare State.]
Teori pembangunan Arthur Lewis:
Teori Pembangunan Arthur Lewis (1954) adalah membahas proses
transformasi industrialisasi pada tahap awal pembangunan kapitalis di Eropa,
yang melihat hubungan antara sektor pertanian dan industri dalam perekonomian
yang terjadi antara daerah perkotaan dan pedesaan dengan memasukkan proses
urbanisasi yang terjadi di kota dan desa tersebut.
Asumsi Teori Lewis:
a.
Perekonomian pertanian merupakan sektor pedesaan subsisten yang
kelebihan penduduk dan ditandai dengan produktivitas marjinal labor sama dengan
nol (MPL=0) dan;
b.
Perekonomian industri perkotaan modern yang tingkat
produktivitasnya tinggi dan menjadi tempat penampungan labor yang ditransfer
sedikit demi sedikit dari sektor subsisten
Model Lewis ini lebih
ditujukan pada terjadinya proses transfer labor serta pertumbuhan output dan
peningkatan penyerapan tenaga kerja di sektor modern. Transfer tenaga kerja dan
pertumbuhan kesempatan kerja dimungkinkan karena adanya perluasan output pada
sektor modern. Adapun kecepatan terjadinya perluasan output ditentukan oleh
tingkat investasi di bidang industri dan akumulasi modal secara keseluruhan di
sektor modern. Peningkatan investasi dimungkinkan karena adanya kelebihan
keuntungan sektor modern dari selisih upah, dengan asumsi bahwa kapitalis
tersebut bersedia melakukan investasi kembali dari seluruh keuntungannya. Kemudian
tingkat upah di sektor industri dianggap konstan, jumlahnya ditetapkan melebihi
tingkat rata-rata upah di sektor pertanian subsisten tradisional. Lewis
mengasumsikan bahwa tingkat upah di daerah perkotaan minimal 30 persen lebih
tinggi dari rata-rata pendapatan di pedesaan yang memaksa para pekerja pindah
ke daerah perkotaan.
Proses pertumbuhan yang berkelanjutan (self-sustaining
growth) di sektor modern dan perluasan tenaga kerja diasumsikan terjadi
terus-menerus sampai surplus labor di pedesaan habis diserap di dalam sektor
industri. Selanjutnya tambahan pekerja dapat ditarik dari sektor pertanian
dengan biaya yang lebih tinggi karena hal ini akan menyebabkan berkurangnya
produksi makanan karena penurunan rasio labor-tanah berarti bahwa produk marjinal
dari labor pedesaan tidak lagi sama dengan nol. Kemudian kurva penawaran labor
tersebut menjadi berslope positif karena tingkat upah mengalami peningkatan
terus menerus. Transformasi struktural dari perekonomian dengan sendirinya akan
menjadi suatu kenyataan dan perekonomian itu akan beralih dari sektor pertanian
tradisional pedesaan ke sektor industri perkotaan yang modern.
Berdasarkan
teori-teori di atas dapat disimpulkan bahwa Pada teori pembangunan Rostow’s
Stages of Growth menekankan tinjauannya pada sejarah tahap-tahap pertumbuhan ekonomi serta ciri dan syarat masing-masing. Tahap-tahap tersebut adalah tahap masyarakat tradisional, tahap prasyarat lepas landas, tahap lepas landas, tahap gerakan ke arah kedewasaan, dan akhirnya tahap konsumsi massa tinggi. Sedangkan
pada teori pembangunan Lewis’s
Stages of Growth khusus menerangkan kasus negara sedang berkembang
yang banyak
(padat) penduduknya.Tekanannya adalah pada perpindahan kelebihan penduduk
(urbanisasi) disektor pertanian ke sektor modern kapitalis industri yang dibiayai dari surplus keuntungan.
Sedangkan implikasi dari teori tersebutI misalnya
menurut teori Rostow’s
Stages of Growth Di
Indonesia, pertanian yang tumbuh memiliki peranan yang sangat penting dalam
pembangunan ekonomi. Sejarah menunjukkan bahwa pembangunan pertanian merupakan
prasyarat untuk adanya kemajuan dalam tahapan-tahapan pembangunan selanjutnya.
Karena pertanian memiliki keterkaitan dengan berbagai aspek dalam perekonomian
di Indonesia, maka pembangunan pertanian merupakan penentu utama dalam
pertumbuhan ekonomi pedesaan, termasuk di dalamnya non-pertanian di pedesaan.
Dengan demikian, pembangunan pertanian menjadi bagian yang esensial bagi
upaya-upaya pengurangan kemiskinan di pedesaan maupun di perkotaan. Indonesia
sebagai negara agraris tidak boleh meninggalkan potensi pertaniannya, tetapi
dengan merubah pola pikir primitive menjadi modern melalui pendidikan dan kebijakan
pemerintah, maka posisi pertanian dapat memegang peranan penting lagi.
Sedangkan
menurut teori Lewis’s Stages of Growth posisi pertanian dalam teori pembangunan
ekonomi lewis berubah dari penting menjadi kurang penting akibat perubahan
struktur social. Semakin berkembangnya zaman membuat kebanyakan masyarakat
berpikir bahwa pertanian kurang dapat membuat hidup ekonomi perkapita baik.
Akibatnya terjadi peralihan tenaga kerja dari sector pertanian “tradisional” ke
sector industry “modern”. Hal ini diasumsikan bahwa pendapatan di perkotaan
tempat industri lebih tinggi daripada pendapatan pertanian di pedesaan.
Kebanyakan masyarakat sudah tidak terpaku pada sektor pertanian, dengan asumsi
bahwa banyak orang yang mencari kerja ke kota yang berakibat berlebihnya tenaga
kerja. Kurangnya modal untuk membuat lapangan kerja baru juga menjadi dampak
lain dalam teori ini. Sumbangan sektor pertanian terhadap ekonomi memang
cenderung turun, sesuai dengan semakin meningkat dan terdiversifikasinya
perekonomian Indonesia. Namun yang perlu diamati juga adalah peranan pertanian
dalam menyerap angkatan kerja. Pangsa sektor pertanian dalam penyerapan tenaga
kerja ternyata masih yang paling besar. Dari kenyataan itu dapat dilihat bahwa
ada ketimpangan dalam struktur ekonomi Indonesia, di mana sektor yang sudah
mulai menyusut peranannya dalam menyumbang ekonomi ternyata harus tetap
menampung jumlah tenaga kerja yang jauh lebih banyak daripada yang sewajarnya
terjadi.
2. Bagaimana hubungan antara Lorenz
Curve dan Gini Coefficient? Berdasarkan kedua indikator tersebut, kondisi ideal
yang bagaimana yang diinginkan oleh sebuah negara?
Indeks
gini sering ditampilkan dengan kurva lorenz yang menggambarkan hubungan
antara pangsa kumulatif pendapatan dan penduduk. G adalah indeks gini yang
diturunkan dari kurva lorenz dengan cara membagi daerah yang dibatasi oleh
garis diagonal dan kurva lorenz dengan total daerah pada segitiga yang lebih
rendah yakni :
A=indeks Gini
Indeks
Gini berkisar antara nol dan satu. Bila indeks sama dengan nol berarti
distribusi pendapatan amat sangat merata sekali karena setiap golongan penduduk
menerima bagian pendapatan yang sama. Secara grafis di atas ditunjukkan oleh
berimpitnya kurva lorenz dengan garis kemerataan sempurna (garis AC). Namun,
bila indeks Gini sama dengan satu menunjukkan bahwa terjadi ketimpangan
distribusi pendapatan yang sempurna karena seluruh pendapatan hanya dinikmati
oleh satu orang saja. Singkatnya, semakin tinggi nilai indeks Gini maka akan
semakin timpang distribusi pendapatan suatu negara. Sebaliknya, semakin rendah
nilai Indeks Gini berarti semakin merata distribusi pendapatannya.
Kondisi ideal yang diinginkan oleh
sebuah negara berdasarkan indikator Gini Coefficient dan Lorenz Curve adalah :
1.
Untuk membuat adanya distribusi pendapatan antar desa
dan kota sehingga tidak akan terjadi ketimpangan di antara keduanya.
2.
Harapan untuk mendapatkan pendapatan per kapita yang
tinggi namun juga diimbangi dengan distribusi pendapatan yang merata.
3.
Kesejahteraan
masyakat dengan distribusi pendapatan yang merata untuk penduduknya.
4.
Meratanya
setiap distribusi untuk konsumsi , serta variabel moneter lainnya dan juga
untuk tanah dan variabel-variabel kontinyu dan kardinal lainnya.
3. Mengapa Kurva Kuznets’s Inverted
U-Hypothesis berbentuk seperti huruf U
yang terbalik ? apakan bentuk kurva tersebut terbukti untuk kasus di indonesia?
Kurva Kuznets’s Inverted
U-Hypothesis berbentuk seperti huruf U yang
terbalik karena menurut Kuznets mula-mula ketika pembangunan dimulai,
distribusi pendapatan akan makin tidak merata, namun setelah mencapai tujuan
suatu tingkat pembangunan tertentu, distribusi pendapatan makin merata. Menurut
Kuznets “pertumbuhan ekonomi adalah kenaikan kapasitas dalam jangka panjang
dari negara yang bersangkutan untuk menyediakan berbagai barang ekonomi kepada
penduduknya.” Kenaikan kapasitas itu sendiri ditentukan atau dimungkinkan oleh
adanya kemajuan-kemajuan atau penyesuaian teknologi, institusional
(kelembagaan) dan ideologis terhadap berbagai tuntutan keadaan yang ada.
Profesor Keznets juga mengemukakan
enam karakteristik atau ciri proses pertumbuhan ekonomi , diantaranya sebagai
berikut :
a.
Tingkat pertumbuhan output perkapitadan
pertumbuhan penduduk yang tinggi.
b. Tingkat
kenaikan produktivitas faktor total yang tinggi.
c. Tingkat
transformasi struktural ekonomi yang
tinggi.
d. Tingkat
transformasi sosial dan ideologi yang tinggi.
e. Adanya
kecenderungan negara-negara yang mulai atau sudah maju perekonomiannya untuk
berusaha merambah bagian-bagian dunia lainnya sebagai daerah pemasaran dan
sumber bahan baku yang baru.
f. Terbatasnya
penyebaran pertumbuhan ekonomi yang hanya mencapai sepertiga bagian penduduk
dunia.
g. Dua
faktor yang pertama lazim disebut sebagai variabel ekonomi agregat, untuk
faktor 3 dan 4 bisa disebut transformasi struktural. Dan untuk kedua faktor
terakhir disebut sebagai variabel yang mempengaruhi penyebaran pertumbuhan
ekonomi secara internasional.
Bentuk
Kurva Kuznets’s Inverted U-Hypothesis berbentuk seperti huruf U yang terbalik terbukti untuk kasus di
indonesia, misalnya dalam kasus yang dibuktikan
oleh Sutarno dan Mudrajad Kuncoro pada tahun 2003 yang menggunakan Indeks
Willimson untuk mengukur ketimpangan dan melihat hubungannya terhadap
pertumbuhan PDRB di Kabupaten Banyumas. Berikut adalah gambar kurva hasil
pembuktian dari Sutarno dan Mudrajad Kuncoro.
Dari gambar kurva diatas dapat
dilihat bahwa penelitaian dari Sutarmo dan Mudrajad Kuncoro menunjukkan bahwa
bentuk Kurva Kuznets’s Inverted U-Hypothesis berbentuk seperti huruf U yang terbalik terbukti untuk kasus di
indonesia , pada kasus ini ditunjukkan bahwa pada pertumbuhan awal ketimpangan
memburuk dan pada tahap-tahap berikutnya ketimpangan menurun, namun pada suatu
waktu akan terjadi peningkatan ketimpangan lagi dan akhirnya akan menurun lagi
sehingga dapat dikatakan bahwa peristiwa tersebut seperti terulang kembali.
4. Pembangunan pertanian diarahkan
untuk mengubah pertanian subsistem menjadi divergen yang kemudian menjadi
pertanian yang terspesialisasi. Jelaskan! Bagaimana posisi pertanian di
Indonesia?
Pada awalnya pertanian adalah subsistem dimana :
a. hasil
pertanian hanya untuk konsumsi keluarga dan produknya hanya spesifik (beras,
jagung),
b. Output dan produktivittas juiga rendah karaena
mereka fikir hanyan untuk dikonsumsi sendri,
c. Dalam
bertani hanya menggunakan metode tradisional dan alat yang digunakan sangat
sederhana, investasi modal sangat minim dalam arti modal yang dibutuhkan hanya
sedikit karena mereka hanya menanam seadanya tidak dirawat dengan baik karena
yang mereka fikir hanya yang penting biasa panen dan keluarga bisa makan
d. Dalam
pertanian ini tanah dan tenaga kerja merupakan input utama yang penting ada
tanah untuk ditanami dan tenaga kerja untuk menggrapa tanahnya tersebut,
e. Diminishing
returns of labor( mengurangi kembali). Dalam
ekonomi , mengurangi
kembali (juga disebut semakin
berkurang marjinal) adalah penurunan marjinal (per unit) output
dari proses produksi sebagai jumlah tunggal faktor produksi
meningkat, sedangkan jumlah dari semua faktor produksi lain tetap konstan. Hukum hasil yang menurun (juga hukum yang semakin berkurang marjinal
atau hukum peningkatan biaya relatif)
menyatakan bahwa dalam semua proses produktif, menambahkan lebih dari satu
faktor produksi, sambil memegang semua yang lain konstan, akan di beberapa
titik luluh bawah per-unit kembali .Hukum hasil yang menurun tidak berarti
bahwa menambahkan lebih faktor akan mengurangi total produksi, kondisi
yang dikenal sebagai kembali negatif,
meskipun sebenarnya ini adalah umum.
f. sangat
tergantung pada faktor eksternal (musim, money lender, etc), pada masa tertentu
petani menjadi underemployed (setengah menganggur).
g. Pada
saat pertanian menjadi divergen dan kemudian menjadi tersepesialisasi pertanian sudah mulai meluas tentang yang di
tanam, cara menanamnya, kemudian juda dijual bukan hanya untuk konsumsi
sendiri.
Posisi pertanian di indonesia
Sektor pertanian merupakan sektor yang mempunyai peranan
strategis dalam struktur pembangunan perekonomian nasional. Sektor ini
merupakan sektor yang tidak mendapatkan perhatian secara serius dari pemerintah
dalam pembangunan bangsa. Mulai dari proteksi, kredit hingga kebijakan lain
tidak satu pun yang menguntungkan bagi sektor ini. Program-program pembangunan
pertanian yang tidak terarah tujuannya bahkan semakin menjerumuskan sektor ini
pada kehancuran. Meski demikian sektor ini merupakan sektor yang sangat banyak
menampung luapan tenaga kerja dan sebagian besar penduduk kita tergantung
padanya.
Perjalanan pembangunan pertanian Indonesia hingga saat ini
masih belum dapat menunjukkan hasil yang maksimal jika dilihat dari tingkat
kesejahteraan petani dan kontribusinya pada pendapatan nasional. Pembangunan
pertanian di Indonesia dianggap penting dari keseluruhan pembangunan nasional.
Ada beberapa hal yang mendasari mengapa pembangunan pertanian di Indonesia
mempunyai peranan penting, antara lain: potensi Sumber Daya Alam yang besar dan
beragam, pangsa terhadap pendapatan nasional yang cukup besar, besarnya pangsa
terhadap ekspor nasional, besarnya penduduk Indonesia yang menggantungkan
hidupnya pada sektor ini, perannya dalam penyediaan pangan masyarakat dan
menjadi basis pertumbuhan di pedesaan. Potensi pertanian Indonesia yang besar
namun pada kenyataannya sampai saat ini sebagian besar dari petani kita masih
banyak yang termasuk golongan miskin. Hal ini mengindikasikan bahwa pemerintah
pada masa lalu bukan saja kurang memberdayakan petani tetapi juga terhadap
sektor pertanian keseluruhan.
Pembangunan pertanian pada masa lalu mempunyai beberapa
kelemahan, yakni hanya terfokus pada usaha tani, lemahnya dukungan kebijakan
makro, serta pendekatannya yang sentralistik. Akibatnya usaha pertanian di
Indonesia sampai saat ini masih banyak didominasi oleh usaha dengan: (a) skala
kecil, (b) modal yang terbatas, (c) penggunaan teknologi yang masih sederhana,
(d) sangat dipengaruhi oleh musim, (e) wilayah pasarnya lokal, (f) umumnya
berusaha dengan tenaga kerja keluarga sehingga menyebabkan terjadinya involusi
pertanian (pengangguran tersembunyi), (g) akses terhadap kredit, teknologi dan
pasar sangat rendah, (h) pasar komoditi pertanian yang sifatnya mono/oligopsoni
yang dikuasai oleh pedagang-pedagang besar sehingga terjadi eksploitasi harga
yang merugikan petani. Selain itu, masih ditambah lagi dengan
permasalahan-permasalahan yang menghambat pembangunan pertanian di Indonesia
seperti pembaruan agraria (konversi lahan pertanian menjadi lahan non
pertanian) yang semakin tidak terkendali lagi, kurangnya penyediaan benih
bermutu bagi petani, kelangkaan pupuk pada saat musim tanam datang, swasembada
beras yang tidak meningkatkan kesejahteraan petani dan kasus-kasus pelanggaran
Hak Asasi Petani, menuntut pemerintah untuk dapat lebih serius lagi dalam upaya
penyelesaian masalah pertanian di Indonesia demi terwujudnya pembangunan
pertanian Indonesia yang lebih maju demi tercapainya kesejahteraan masyarakat
Indonesia.
5. Mengapa Capital Flight merupakan
hal buruk bagi negara yang sedang berhutang? Apa hubungannya dengan balance of
payment ?
Capital Flight merupakan hal buruk
bagi negara yang sedang berhutang karena
memiliki dampak buruk bagi perekonomian Nasional,dampak-dampak tersebut
diantaranya :
a. Pelarian
modal dapat menyebabkan Growt Cost
yaitu yang membatasi potensi pertumbuhan ekonomi nasional. Modal yang dialirkan
ke luar negeri tidak memberikan kontribusi terhadap investasi dalam negeri yang
dibutuhkan untuk membiayai pertumbuhan ekonomi dalam negeri. Dalam hal ini
tidak ada keuntungan investasi yang diperoleh negara-negara berkembang terutama
yang sedang berhutang yang mengalami pelarian modal. Modal yang dilarikan ke
luar negeri menimbulkan dampak negatif terhadap persediaan devisa yang
dibutuhkan untuk produksi dalam negeri yang menghasilkan barang-barang ekspor
untuk memperoleh devisa yang selanjutnya devisa tersebut dapat digunakan untuk
membiayai impor yang dibutuhkan.
b. Pelarian
modal dapat mengurangi stok kekayaan dan sumber pendapatan dalam sistem
ekonomi. Hal ini berarti pelarian modal dapat menimbulkan erosi dalam basis
pajak. Situasi ini terutama dihadapi oleh negara-negara yang sedang berkembang
yang menganut prinsip ‘tempat asal’ (origin),
bukan prinsip ‘domisili’ (residence)
dalam sistem perpajakannya. Akibatnya menyusutnya basis perpajakan langsung,
maka banyak negara berkembang terpaksa mengandalkan pajak yang mudah dihimpun,
yaitu pajak yang berupa pajak pertambahan nilai. Pajak tersebut sebagian besar
menimpa golongan penduduk berpendapatan rendah.
c. Pelarian
modal dapat menimbulkan dampak negatif terhadap distribusi pendapatan, karena
sebagai akibat pelarian modal yang dibiayai oleh hutang luar negeri yang
bertambah sehingga rakyat menjadi penanggung beban hutang luar negeri, maka
terjadi proses sosialisasi hutang luar negeri secara tidak wajar kepada rakyat
sebagai pemikul beban utama.
Hubungan
capital flight dengan balance of payment
Capital flight
dapat mempengaruhi balance of payment suatu negara karena balance of Payment
mencerminkan semua transaksi antara penduduk, pemerintah dan pengusaha dalam
negeri dan pihak luar negeri, seperti transaksi eksport dan import, pelaburan
portfolio, transaksi antar Bank Sentral dan lain-lain. Oleh karena itu adanya
aliran pelaburan asing yang masuk ke dalam negeri dalam bentuk Foreign Direct
Investment maupun Portfolio Investment dapat mempengaruhi balance of payment.
6. Mengapa laju pertumbuhan penduduk
yang tinggi dapat menghambat laju pertumbuhan ekonomi? Apa arti penting
penduduk bagi pembangunan suatu negara?
Laju
pertumbuhan penduduk yang tinggi dapat menghambat laju pertumbuhan ekonomi
karena :
a. Pertumbuhan
penduduk yang tinggi akan mempersulit pilihan antara meningkatkan konsumsi saat
ini dan investasi yang dibutuhkan untuk membuat konsumsi di masa mendatang
semakin tinggi
b. Banyaknya negara yang penduduknya masih amat tergantung
dengan sektor pertanian, sehingga akan mengancam keseimbangan antara sumber
daya alam yang amat langka dengan pertumbuhan penduduk tersebut.
c. Pertumbuhan
penduduk yang tinggi akan membuat semakin sulit melakukan perubahan yang
dibutuhkan untuk meningkatkan perubahan ekonomi dan sosial.
d. Jumlah pendapatan terhadap perkapita
rendah
e. Penyaluran pendapatan semakin tidak
merata komposisinya
f. Bisa menimbulkan urbanisasi
g. Menyebabkan kemampuan ekspor menurun
dan akan timbul keinginan untuk impor
Arti penting penduduk bagi pembangunan suatu negara bahwa
penduduk menjadi subyek dan obyek pembangunan. Sebagai subyek pembangunan maka
penduduk harus dibina dan dikembangkan sehingga mampu menjadi penggerak
pembangunan. Pembangunan harus
dikembangkan dengan memperhitungkan kemampuan penduduk agar seluruh penduduk
dapat berpartisipasi aktif dalam dinamika pembangunan tersebut. Sebaliknya,
pembangunan tersebut baru dikatakan berhasil jika mampu meningkatkan
kesejahteraan penduduk.
Pendidikan merupakan fakrtor yang sangat penting untuk
memperbaiki kualitas penduduk suatu negara karena meskipun SDA banyak namun
kualitas penduduk rendah tidak akan memperbaiki kondisi pembangunan di suatu
negara.
7. Mengapa ada negara yang mau memberi
pinjaman dana kepada negara lain? Bukankah negara tersebut juga membutuhkan
dana domestik untuk pembangunan di negaranya sendiri?
Alasan Pemberian Pinjaman :
a.
Dilandasi kepentingan ekonomi dan
strategis
b.
Dilandasi tanggung jawab moral dari
penduduk negara kaya kepada penduduk negara miskin.
Dari hal di atas dapat diketahui
bahwa negara memberikan pinjaman alasannya tersebut adalah self interest
politik, strategi dan ekonomi. Sekalipun pada umumnya alasan itu berupa
motivasi moral, bantuan kemanusiaan ataupun bantuan untuk kesinambungan proses
hubungan komplementasi dan pembangunan pihak lain. Namun demikian sulit ditemukan
bukti-bukti sejarah perkembangan bantuan luar negeri selama periode tertentu
yang menunjukkan bahwa negara donor atau institusi-institusi kredit
internasional membantu tanpa mengharapkan keuntungan tertentu. Motivasi politik
dan ekonomi sesungguhnya sulit dipisahkan, karena keduanya saling berkaitan.
Pertimbangan para pembuat keputusan di negara-negara donor selalu diikuti pula
oleh identifikasi mengenai besarnya dedikasi negara debitor dalam hubungan kerjasama maupun
keterikatan politis dengan negara debitor. Bantuan negara-negara donor bahkan
memberi peluang keterlibatan mereka mendominasi kekuatan politik termasuk dalam
investasi yang mereka tanamkan di negara debitor hingga kepada lobi-lobi
pembuatan keputusan atau pelaksanaan kebijakan-kebijakan domestik. Motivasi
ekonomi merupakan pembenaran yang paling rasional untuk pemberian bantuan, baik
untuk negara donor maupun negara debitor. Namun demikian argumentasi yang
esensial dari bantuan luar negeri yang secara mendasar, dapat dipahami dari beberapa
konsep:
a.
Sumberdaya dan kapabilitas keuangan dari
luar (untujk pinjaman dan hibah ) sebenarnya dapat memainkan peran yang
rasional dalam rangka kepentingan timbal balik ekonomis, seperti harapan untuk
mendapatkan berbagai sumber daya dan energi dari negara yang dibantu. Karena itu kebanyakan pinjaman luar negeri
dikaitkan dengan konsepsi lainnya, seperti kerjasama perdagangan yang lebih
besar antara kreditor dan debitor.
a. Bantuan
luar negeri kebanyakan diberikan untuk mempercepat pertumbuhan dan pemerataan
di negara-negara debitor, dengan harapan tingkat daya beli masyarakat kian
tinggi, sehingga mampu membeli produk-produk industri negara donor.
b. Bantuan
luar negeri atau hibah pada umumnya tidak hanya berbentuk modal, tetapi bisa
juga tenaga ahli dn manajemen, maupun ahli teknologi. Secara ekonomis, bantuan
luar negeri memberikan imbal balik yang lebih besar bagi para tenaga asing
(dari negar donor) yang bekerja menjadi teknisi ahli di negara debitor. Mereka
ini disamping telah menjadi bagian dari capital flight dari devisa negara, juga
memberikan masukan atas sebagian sumber pendapatan devisa melalui pajak
penghasilan. Dengan demikian terjadi arus timbal balik pendapatan (imbal balik
modal).
c. Pengalihan
investasi untuk tujuan mendekati pasar, perluasan industrialisasi internasional
di luar negara donor dan pengalihan industri senja, dimana negara-negara donor
sudah tidak melakukan produksi dengan teknologi usang, karena kemajuan yang
mereka capai dalam teknologi baru.
d. Aliran
realis menyatakan bahwa tujuan utama dari bantuan luar negeri adalah bukan untuk menunjukkan idealisme
abstrak aspirasi kemanusiaan, tetapi untuk proyeksi power nasional. Bantuan
luar negeri merupakan komponen penting bagi kebijakan keamanan internasional.
e. Teori
ketergantungan (dependensial) menyatakan bahwa bantuan luar negeri digunakan
oleh negara kaya untuk mempengaruhi hubungan domestik dan luar negeri negara
penerima bantuan, merangkul elit politik lokal di negara penerima bantuan untuk
tujuan komersil dan keamanan nasional. Kemudian melalui jaringan internasional
, kuangan internasional danstruktur produksi , bantuan luar negeri ditujukan
untuk mengeksploitasi sumberdaya alam negara penerima bantuan. Sehingga para
apaenganut teori dependensia, menganggap bahwa bantuan luar negeri dapat
digunakan sebagai sebuah instrumen untuk perlindungan dan ekspansi negara kaya
ke negara miskin, sebuah sistem untuk mengekalkan ketergantungan.
f. Aliran
moralis atau idealis menyatakan bahwa bantuan luar negeri secara esensial
merupakan gerakan kemanusiaan yang menunjukkan nilai-nilai kemanusiaan
internasional. Menurut aliran idealis, negara yang lebih kaya memilki tanggung
jawab moral untuk mempererat kerjasama Utara Selatan yang lebih besar dan
merespon kebutuhan pembangunan ekonomi dan sosial di Selatan. Maka kaum moralis
berpendapat bahwa bantuan luar negeri mendorong dukungan yang saling
menguntungkan (mutual suportive) dan
hubungan menguntungkan sejalan dengan pembangunan ekonomi dan hak asasi
manusia, hukum dan ketertibaninternasional.
g. Teori
bureaucratic incrementalist menyatakan
bahwa bantuan luar negeri sebagai kebijakan publik, produk dan politik domestik
yang melibatkan opini publik, kelompok kepentingan, dan institusi pemerintah
yang secara langsung terlibat dalam proses pembuatan kebijakan yang
mempromosikan kepentingan nasional melalui agenda politik. Teori ini juga
menyatakan bahwa tujuan yang dikejar negara donor dalam lingkup kepentingan
ekonomi politik internasional, antara lain: kombinasi tujuan kemanusiaan,
geopolitik, ideology, kepentingan komersil, masalah lingkungan dan berbagai
faktor dalam politik domestik.
Negara tersebut juga membutuhkan
dana domestik untuk pembangunan di negaranya sendiri, namun dari memberi
pinjaman kepada negara lain itu juga dalam rangka menambah dana domestik di
dalam negarany (negara yang memberi pinjaman).
8. Apa beda strategi pembangunan
Inward Looking dengan Onward Looking ? strategi apa yang sebaiknya dipakai oleh
suatu negara?
Strategi pembangunan Inward
Looking adalah strategi yang berioentasi ke dalam , yaitu pembangunan ekonomi yang dilandasi oleh pembangunan sektor-sektor domestic yang kuat. Sedangkan
Outward Looking strategi yang berorientasi ke luar, yaitu pembangunan ekonomi dengan menempatkan ekspor sebagai motor penggerak utama.Dari masing-masing strategi tersebut bias diuraikan dua kategori dari kebijaksanaan perdagangan, yaitu :
a. Primary outward-looking policies : pembangunan ekonomi didorong oleh pertumbuhan ekspor komoditas pertanian dan sector primer lainnya.
b. Secondary outward-looking policies : pertumbuhan sektor industri, terutama untuk promosi ekspor barang-barang manufaktur.
c. Primary inward-looking policies : pembangunan ekonomi dengan prioritas pada swasembada komoditas pertanian.
d. Secondary inward-looking policies : pembangunan ekonomi dengan prioritas pada swasembada barang-barang industri melalui kebijaksanaan subsitusi impor.
Sebaiknya suatu negara menggunakan
kedua strategi tersebut. Karena menerapkan strategi inward looking dengan tujuan memacu pertumbuhan ekonomi nasional yang tinggi melalui pembangunan sektor industri nasional yang kuat. Untuk mendapatkan sektor industri manufaktur yang kuat dalam arti memiliki laju pertumbuhan rata-rata per tahun yang besar dan tingkat diversifikasi yang tinggi bisa melalui dua strategi, yakni dengan subsitusi impor atau promosi ekspor. Keberhasilan strategi inward looking sangat tergantung kepada faktor lain, misalnya efektivitas dari proteksi terhadap barang-barang impor sejenis. Keuntungan penerapan strategi subsitusi impor dapat dilihat dari : (i) Pangsa pasarnya sudah jelas, sehingga tidak perlu melakukan riset pasar terlebih dahulu, (ii) Penciptaan lapangan kerja, (iii) Alih teknologi yang dapat meningkatkan keterampilan tenaga kerja di dalam negeri, (iv) Penghematan devisa negara, sehingga cadangan devisa yang ada dapat digunakan untuk mengimpor barang-barang modal yang diperlukan dalam pembangunan, (v) Menimbulkan rasa kebanggan nasional serta kecintaan terhadap produk-produk dalam negeri. Sedangkan dengan metode Outward looking adalah
untuk promosi ekspor barang-barang manufaktur, bukan mengeksmpor barang mentah
saja, ini untuk meningkatkan perekonomian melalui usaha masyarakat dan kita
akan bangga jika produk kita dikenal di luar negeri serta hal ini untuk
perluasan pasar tidak hanya dalam negeri saja.
9. Salah satu upaya pengembangan
industri kecil di Indonesia adalah dengan kemitraan. Kenapa harus kemitraan?
Bukankah antara Industri besar dan Industri kecil masing-masing sudah memiliki
pasar/ konsumen sendiri-sendiri?
Salah satu upaya pengembangan
industri kecil di Indonesia adalah dengan kemitraan,harus kemitraan karena kemitraan
antara industri kecil dengan industri besar diharapkan dapat
saling isi mengisi, saling memperkuat antara usaha yang kecil dan besar dalam rangka pemerataan serta mewujudkan
kemakmuran yang sebesar-besarnya
bagi seluruh rakyat Indonesia. Melalui kemitraan usaha tersebut
diharapkan dapat secara cepat bersimbiose mutualistik sehingga kekurangan dan
keterbatasan yang dialami oleh industri besar maupun industri kecil dapat
diatasi dan kedua industri tersebut tetap dapat berkembang. Kemitraan dapat memperkuat kemampuan bersaing dan untuk membangun tatanan dunia
usaha yang kuat dengan tulang punggung usaha menengah yang tangguh, saling
mendukung dengan usaha kecil dan usaha menengah atau besar melalui
ikatan-ikatan kerjasama. Kerjasama akan memperluas prospek usaha dan tentunya
juga akan memberikan peluang untuk menampung tenaga kerja yang sedang
menganggur, dengan demikian juga akan mengurangi jumlah pengangguran.
Memang antara Industri besar dan
Industri kecil masing-masing sudah memiliki pasar/ konsumen sendiri-sendiri
namun jika dengan kemitraan konsumen atau pasar dari masing-masing industri
justru akan bertambah, ini akan memudahkan dalam pemasaran.
10. Seiring dengan pelaksanaan otonomi
daerah ternyata juga timbul masalah-masalah. Jelaskan masalah apa yang timbul!
bagaimana pemerintah pusat harus bersikap untuk mengatasi masalah-masalah
tersebut?bagaimana pemerintah daerah harus bersikap?
Masalah-masalah yang timbul dalam pelaksanaaan otonomi
daerah :
a. Belum
jelasnya pembagian kewenangan antara pemerintah pusat dan daerah.Kewenangan
daerah masih banyak yang belum didesentralisasikan karena peraturan dan
perundangan sektoral yang masih belum disesuaikan dengan undang-undang tentang
Pemerintahan Daerah. Hal ini mengakibatkan muncul berbagai permasalahan, yaitu
antara lain dalam hal kewenangan, pengelolaan APBD, pengelolaan suatu kawasan
atau pelayanan tertentu, pengaturan pembagian hasil sumberdaya alam dan pajak,
dan lainnya. Selain itu juga menimbulkan tumpang tindih kewenangan antara pusat
dan daerah, dan antara provinsi dan kabupaten/kota. Hal demikian mengakibatkan
berbagai permasalahan dan konflik antar berbagai pihak dalam pelaksanaan suatu
peraturan, misalnya tentang pendidikan, tenaga kerja, pekerjaan umum,
pertanahan, penanaman modal, serta kehutanan dan pertambangan.
b. Belum
optimalnya proses desentralisasi dan otonomi daerah yang disebabkan oleh
perbedaan persepsi para pelaku pembangunan terhadap kebijakan desentralisasi
dan otonomi daerah. Persepsi yang belum sama antar para pelaku pembangunan baik
di jajaran pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan para pelaku pembangunan
lainnya telah menimbulkan berbagai permasalahan dalam penyelenggaraan
pemerintahan. Hal ini ditandai antara lain dengan lemahnya peran Gubernur dalam
koordinasi antar kabupaten/kota di wilayahnya, karena dalam ketentuan Pasal 4
ayat (2) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah
disebutkan bahwa masing-masing daerah berdiri sendiri dan tidak mempunyai
hubungan hierarki satu sama lain. Ini kemudian dipersepsikan bahwa antara
pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota tidak ada hubungan
hirarkinya. Seringkali kebijakan, perencanaan, dan hasil-hasil pembangunan
maupun penyelenggaraan pemerintahan tidak dikoordinasikan dan dilaporkan kepada
Gubernur namun langsung kepada Pemerintah Pusat. Pada sisi lain hubungan
hirarki secara langsung antara pemerintah kabupaten/kota dengan Pemerintah
Pusat akan memperluas rentang kendali manajemen pemerintahan dan pembangunan.
Berbagai hal tersebut berpotensi menimbulkan ketidakefisienan dan
ketidakefektifan pemanfaatan sumber daya. Sehubungan dengan pelaksanaan otonomi
khusus di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, beberapa peraturan perundangan
masih belum sejalan antara satu dengan lainnya. Bahkan menimbulkan berbagai
penafsiran ketentuan peraturan perundang-undangan dalam mengimplementasikan
kewenangan otonomi khusus.
c. Masih
rendahnya kerjasama antar pemerintah daerah. Kerjasama antar pemerintah
daerah masih rendah terutama dalam penyediaan pelayananan masyarakat di wilayah terpencil, perbatasan antar daerah, dan wilayah dengan tingkat urbanisasi dan pertumbuhan ekonomi yang tinggi, serta pada pengelolaan dan pemanfaatan bersama sungai, sumberdaya air, hutan, tambang dan mineral, serta sumber daya laut yang melintas di beberapa daerah yang berdekatan, dan dalam perdagangan, pendidikan, kesehatan, pertanian, perkebunan, dan perikanan termasuk pengolahan pasca panen dan distribusi, dan lain-lain.
daerah masih rendah terutama dalam penyediaan pelayananan masyarakat di wilayah terpencil, perbatasan antar daerah, dan wilayah dengan tingkat urbanisasi dan pertumbuhan ekonomi yang tinggi, serta pada pengelolaan dan pemanfaatan bersama sungai, sumberdaya air, hutan, tambang dan mineral, serta sumber daya laut yang melintas di beberapa daerah yang berdekatan, dan dalam perdagangan, pendidikan, kesehatan, pertanian, perkebunan, dan perikanan termasuk pengolahan pasca panen dan distribusi, dan lain-lain.
d. Belum
efektif dan efisiennya penyelenggaraan kelembagaan pemerintah daerah. Struktur
organisasi pemerintah daerah umumnya masih besar dan saling tumpang tindih.
Selain itu prasarana dan sarana pemerintahan masih minim dan penetapan dan
pelaksanaan standar pelayanan minimum belum jelas. Juga dalam hubungan kerja
antar lembaga, termasuk antara Pemerintah Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah, masyarakat, dan organisasi non pemerintah belum berjalan secara
optimal.
e. Masih
terbatasnya dan masih rendahnya kapasitas aparatur pemerintah daerah. Hal ini
ditunjukkan masih terbatasnya ketersediaan aparatur pemerintah daerah, baik
dari segi jumlah dan penempatan, maupun segi profesionalisme, dan terbatasnya
kesejahteraan aparat pemerintah daerah, serta tidak proporsionalnya distribusi,
menyebabkan tingkat pelayanan publik tidak berjalan optimal, yang ditandai
dengan lambatnya kinerja pelayanan, tidak adanya kepastian waktu, tidak
berjalannya prinsip transparansi, dan kurang responsif terhadap permasalahan
yang berkembang di daerahnya. Selain itu belum terbangunnya sistem dan regulasi
yang memadai di dalam perekrutan dan pola karir aparatur pemerintah daerah
menyebabkan rendahnya berkualitas SDM aparatur pemerintah daerah. Hal lainnya
yang menjadi masalah adalah masih kurangnya etika kepemimpinan di jajaran
pemerintahan daerah, baik pada pemerintah provinsi maupun kabupataen/kota.
f. Masih
terbatasnya kapasitas keuangan daerah. Hal ini ditandai dengan terbatasnya
penerapan prinsip efektivitas, efisiensi, dan optimalisasi pemanfaatan
sumber-sumber penerimaan daerah. Belum efisiennya prioritas alokasi belanja
daerah secara proporsional, serta terbatasnya kemampuan pengelolaannya termasuk
dalam melaksanakan prinsip transparansi dan akuntabilitas, serta profesionalisme.
g.
Pembentukan daerah otonom baru (pemekaran wilayah)
yang masih belum sesuai dengan tujuannya, yaitu kesejahteraan masyarakat.
Ketertinggalan pembangunan suatu wilayah karena rentang kendali pemerintahan
yang sangat luas dan kurangnya perhatian pemerintah dalam penyediaan pelayanan
publik, sering menjadi alasan untuk pengusulan pembentukan daerah otonom baru
sebagai solusinya. Namun demikian, dalam pelaksanaannya proses pembentukan
daerah otonom baru lebih banyak mempertimbangkan aspek politis, kemauan
sebagian kecil elite daerah, dan belum mempertimbangkan aspek-aspek lain selain
yang disyaratkan melalui peraturan perundang-undangan yang ada. Selain itu,
terbentuknya daerah otonom baru setiap tahunnya akan membebani anggaran negara
karena meningkatnya belanja daerah untuk keperluan penyusunan kelembagaan dan
anggaran rutinnya sehingga pembangunan di daerah otonom lama (induk) dan baru
tidak mengalami percepatan pembangunan yang berarti. Pelayanan publik yang
semestinya meningkat setelah adanya pembentukan daerah otonom baru (pemekaran
wilayah), tidak dirasakan oleh masyarakatnya, bahkan di beberapa daerah
kondisinya tetap seperti semula.
h.
Korupsi pemerintah daerah
i.
Munculnya
gejala etno-sentrisme atau fenomena kedaerahan
j.
Permasalahan,
konflik antara pemerintah provinsi dengan pemerintah kabupaten/kota
k.
Munculnya
konflik sosiologis
Sikap pemerintah pusat dalam mengatasi
masalah-masalah yang timbul dalam pelaksanaaan
otonomi daerah
1.
Melalui
revitalisasi proses desentralisasi dan otonomi daerah, yang telah dimulai
dengan mengganti kedua undang-undang tersebut (Undang-Undang Nomor 22 Tahun
2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang
Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah) menjadi Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33
Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah.
2.
Pemerintah
pusat perlu mempermantap rambu-rambu yang jelas, rinci, dan lengkap dalam
mengatur otonomi daerah.
3.
Pemerintah
pusat harus tegas dan tidak ragu-ragu dalam mengawasi pelaksanaan otonomi
daerah.Setiap pelanggaran harus
dikoreksi, dan standar ganda tidak boleh terjadi.
4.
Pemerintah
pusat perlu mengembangkan kelembagaan untuk pembangunan sosial-budaya yang
mampu membuat “critical analysis”
yang bersifat holistic dan societal mengenai dampak berbagai macam kebijakan
departemen yang bersifat sektoral maupan kebijakan daerah terhadap integrasi
nasional,
5.
Pemerintah pusat
perlu menekankan kepada Departemen atau Lembaga non Departemen yang belum
menyerahkan urusannya ke daerah segera menyerahkan urusan tersebut ke
daerah,mengingat urusan tersebut bukan
urusan pangkal pemerintah pusat,
6.
Perlu ada
bimbingan dan pembinaan secara mantap dari pemerintah lebih atas (pusat) kepada
Pemda Kab/Kota dalam pembentukan kelembagaan di daerah,
7.
Pemerintah
perlu membuat standart Pelayanan Minimal dan standart pengukuran kinerja yang
jelas baik untuk eksekutif maupun untuk legislatif, sehingga capaian pelayanan
dan kinerja setiap setiap tahunnya dapat diukur dengan jelas.
8.
Untuk
pemerataan sumber daya manusia di
Pemerintah Kabupaten/Kota, seyogyanya urusan kepegawaian diserahkan kepada
Gubernur.
9.
Pemerintah
daerah perlu melibatkan kontrol dan pengawasan oleh masyarakat yang harus
dilakukan secara ketat, bekerja sama dengan penegak hukum.
10. Dewan yang melakukan pelanggaran, termasuk yang tingkat absensi tinggi
perlu diberi sanksi yang berat, sehingga dapat membuat jera yang bersangkutan
dan yang lainya tidak meniru,
11. Pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya daerah perlu diarahkan untuk
kepentingan rakyat, sebagaimana ditekankan pasal 33 UUD 1945, dengan
meperhatikan persatuan dan kesatuan dalam bingkai Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
12. Setiap daerah (Kabupaten/Kota) sebaiknya memiliki dokumen Rencana Umum
Pembangunan Sosial Budaya, agar permasalahan sosial budaya dapat lebih
teridentifikasi dan tujuan lebih terumuskan,
13. Di setiap daerah perlu dibentuk Forum Kewaspadaan Dini Masyarakat, sehingga
dapat dideteksi secara dini permasalahan-permasalahan di daerah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar